Queensland - Komunitas pribumi di pulau Palm Island Queensland,
Australia, akan tampil dalam dokumenter sejarah mengenai salah satu aspek
kolonisasi yang tak banyak diketahui. Dokumenter tersebut membuka kisah orang
Aborigin yang dipertontonkan bersama binatang antara abad 19 dan awal abad 20.
Sekitar 20 orang Aborigin diambil paksa dari Australia
Utara saat itu untuk dipamerkan bersama binatang dalam apa yang disebut sebagai
Human Zoo.
Bersama ribuan orang Aborigin lainnya, mereka dipajang
berkeliling Eropa dan Amerika setidaknya sampai tahun 1940.
Saat ini komunitas Palm Island telah mendapatkan
kembali sisa-sisa tengkorak salah seorang nenek moyang mereka itu.
Tetua masyarakat setempat, Walter Palm Island, merasa
sangat istimewa melihat sisa-sisa nenek moyang, yang ditemukan di Amerika
Utara, kembali ke kampung sendiri.
"Silsilah ayah saya menunjukkan ada seorang paman
meninggal di sirkus di Amerika... rasanya seperti teka-teki untuk memahami
semua ini," katanya.
"Melihat foto dan gambar para leluhur ini, saya
bisa merasakan sakit dan penderitaan dari ekspresi wajah mereka. Dan bagaimana
terhinanya mereka," ujar Walter.
"Mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan
diri mereka sebagai manusia. Mereka diperlakukan sebagai binatang,"
tambahnya.
Leluhur Walter meninggal di akhir abad ke-19 - dia
salah satu dari sekitar 35.000 orang yang dipamerkan di kebun binatang antara
tahun 1800-an dan Perang Dunia II.
"Mereka ditampilkan sebagai kanibal. Pemakan
manusia. Missing link antara manusia dengan monyet. Untuk penonton yang mencari
eksotisme dan sensasi dari sesuatu yang tak diketahui," katanya.
Kini seorang sinematografer Australia, Philip Rang,
mengerjakan film dokumenter yang melacak kisah orang-orang Aborigin tersebut.
Dia baru saja kembali dari syuting di Palm Island.
Dia mengatakan ada sekitar 20 orang Aborigin diambil
dari Palm Island dan Ingham di Queensland utara.
"Benar-benar menakjubkan, betapa sedikit yang
diketahui tentang hal ini," kata Rang. "Mereka tidak tahu apa yang
terjadi. Mereka dibujuk, katakanlah oleh orang kulit putih yang culas."
"Pertama mereka dikumpulkan di Townsville lalu
dibawa ke Sydney. Supaya mereka tidak akan melarikan diri, pakaian mereka
dilucuti lalu dinaikkan ke perahu," tuturnya.
Seorang anak Aborigin yang merupakan bagian dari 20 warga Aborigin dari Australia Utara yang dijadikan penghuni kebun binatang dan dibawa keliling Eropa dan Amerika. (Foto Kiriman: The Human Zoo)
Bukan film politik
Kebun binatang Human Zoo itu memamerkan orang-orang
dari Afrika, Pasifik dan Asia.
Menurut Rang, hal itu merupakan pembenaran untuk
kolonisasi.
"Mereka dibawa ke tempat-tempat yang jauh dan
bilang, lihat apa yang kami temukan. Kami bukan cuma menemukan rempah-rempah,
bumbu dan bahan baku, tapi juga menemukan orang-orang ini," katanya.
Salah satu sutradara dokumenter tersebut, Bruno
Victor-Pujebet, berharap film ini akan mencegah pengulangan sejarah.
"Kami memiliki banyak gambar, foto dan film-film
lama. Perlu memberikan konteks sejarah kepada publik," katanya.
"Itu merupakan cara membenarkan dominasi dunia.
Orang-orang ini adalah korban dari hal itu. Kita tidak ingin membuat film
politik, kami hanya ingin memberikan fakta dan menceritakan kisah mereka yang
benar-benar terlupakan," jelas Victor-Pujebet.
Bagi Walter Palm Island, film dokumenter ini merupakan
kesempatan bagi warganya membangun semacam identitas yang lebih besar.
"Sejarah Aborigin Australia belum tersampaikan.
Begitu pula nasib masyarakat pribumi Australia dan apa yang sebenarnya terjadi
pada mereka," katanya.
Film dokumenter The Human Zoo akan ditayangkan pertama
kali di Prancis pada Juni 2017 mendatang.
Diterbitkan Pukul 12:00 AEST 30 Januari 2017 oleh
Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.
Artikel asli